Hukum

Pakar Hukum Soroti Pembatasan MK dalam Sidang Sengketa Pilpres

×

Pakar Hukum Soroti Pembatasan MK dalam Sidang Sengketa Pilpres

Sebarkan artikel ini
Kostatv.id – Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyelesaikan serangkaian sidang sengketa Pilpres 2024 pada Jumat (5/4/2024). Tahap berikutnya akan melibatkan penyampaian dokumen kesimpulan dan alat bukti yang harus dilengkapi maksimal pada Selasa (16/4/2024) sore, sebelum MK membacakan putusan paling lambat pada Senin (22/4/2024). 
Namun, meski persidangan telah usai, MK dinilai belum menelusuri secara menyeluruh semua dalil kecurangan Pilpres 2024, seperti yang tercantum dalam permohonan sengketa capres-cawapres nomor urut 1 dan 3 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar serta Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
“Pada dasarnya, sidang MK gagal menjawab semua subtansi persoalan dengan baik dengan melibatkan pihak-pihak yang tepat,” ungkap pakar hukum tata negara, Feri Amsari, sebagaimana dilansir dari laman Kompas pada Minggu (7/4/2024).
Feri menyoroti pembatasan yang dilakukan MK terhadap hak-hak pihak-pihak untuk menggali saksi atau pemberi keterangan lain, seperti para menteri. Menurutnya, hal ini mengakibatkan berbagai aspek yang seharusnya dipelajari lebih dalam tidak tersentuh sepenuhnya.
Beberapa dalil permohonan juga dinilai belum mendapat penjelasan yang memadai. Sebagai contoh, MK memanggil empat menteri untuk memberikan keterangan terkait politisasi bantuan sosial (bansos) dalam mendukung Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. 
Namun, Mahkamah tidak mengeksplorasi dugaan pengerahan aparat negara oleh Istana untuk mendukung Prabowo-Gibran, termasuk melalui kepala desa, lurah, camat, kepala daerah/penjabat kepala daerah, hingga aparat TNI dan Polri.
Feri menekankan bahwa MK seharusnya juga mendalami aspek-aspek tersebut, tidak hanya membatasi diri pada perselisihan hasil perolehan suara. MK diharapkan dapat menegakkan asas-asas penyelenggaraan pemilu yang diamanatkan oleh konstitusi, bukan hanya fokus pada hasil suara semata.
“MK tidak hanya mengadili proses atau perselisihan hasil, tetapi juga harus lebih mendalam dari itu. MK harus mencoba menemukan apakah kecurangan terjadi secara pidana dengan mendekatinya secara pidana, atau secara administrasi dengan mendekatinya secara administrasi. Bahkan, MK harus sangat detail untuk memastikan asas dan prinsip penyelenggaraan pemilu tidak tercemar,” jelasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!