KOSTATV.ID – JAKARTA – Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) 2025 menghadirkan perubahan signifikan, terutama dengan mengganti skema jalur zonasi menjadi jalur domisili. Perubahan ini menekankan prioritas pada jarak antara rumah calon siswa dan sekolah sebagai parameter utama.
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu’ti, menjelaskan bahwa perubahan nama ini merupakan penyempurnaan dari sistem zonasi yang telah digunakan sejak Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2017.
“Kami mengganti nama (zonasi) karena selama ini muncul pemahaman yang kurang tepat di masyarakat. Banyak yang mengira penerimaan hanya melalui zonasi. Padahal, ada empat jalur penerimaan: prestasi, domisili, afirmasi, dan mutasi,” jelas Mu’ti.
Selain perubahan nama, besaran kuota untuk jalur domisili juga mengalami penyesuaian. Berikut rincian perubahan kuota berdasarkan jenjang pendidikan:
Jenjang SD
– Kuota saat ini: Minimal 70%
– Usulan SPMB 2025: Tetap 70%
Alasannya, sebaran SD Negeri di Indonesia dinilai sudah merata, dan tidak ditemukan masalah signifikan di lapangan.
Jenjang SMP
– Kuota saat ini: Minimal 50%
– Usulan SPMB 2025: Minimal 40%
Baca: Resmi! Sekolah Tidak Libur Sepenuhnya Selama Ramadan 1446 H
Penyesuaian ini dilakukan setelah Kemendikdasmen menemukan bahwa rata-rata siswa yang bersekolah di dekat rumah (kelurahan/desa yang sama atau bersebelahan) hanya mencapai 30-50%. Selain itu, beberapa pemerintah daerah membangun sekolah secara terpusat di area tertentu, yang menjadi pilihan siswa di domisili tersebut.
Jenjang SMA
– Kuota saat ini: Minimal 50%
– Usulan SPMB 2025: Minimal 30%
Data menunjukkan bahwa siswa yang bersekolah di dekat rumah hanya mencapai 20-50%. Kuota yang tersisa akan dialokasikan untuk jalur afirmasi, prestasi, dan calon peserta didik yang berdomisili jauh dari sekolah.
Perhitungan besaran kuota ini akan diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah tentang SPMB 2025.
Meski belum dapat diakses publik, Mu’ti menegaskan bahwa lampiran peraturan tersebut akan meminimalkan multitafsir dalam pelaksanaan. “Harapannya, dengan cara ini, kami bisa mengurangi kesalahpahaman yang selama ini masih terjadi,” ujarnya.
Perubahan ini diharapkan dapat meningkatkan akurasi dan keadilan dalam sistem penerimaan murid baru, sekaligus memastikan akses pendidikan yang lebih merata bagi semua siswa.