Kostatv.id – Ketua Komisi X DPR, Syaiful Huda, menyatakan keprihatinannya terhadap pernyataan Sekretaris Dirjen Pendidikan Tinggi Kemendikbudristek, Tjitjik Sri Tjahjani, yang menyebutkan bahwa pendidikan tinggi merupakan pendidikan tersier, menanggapi polemik tingginya biaya UKT.
Menurut Huda, pernyataan tersebut menebalkan persepsi bahwa orang miskin tidak boleh kuliah. “Pernyataan Prof Tjitjik bahwa perguruan tinggi merupakan pendidikan tersier yang bersifat opsional atau pilihan sangat menyedihkan. Ini bisa memperkuat persepsi bahwa orang miskin dilarang kuliah,” ungkapnya.
Politikus PKB ini menilai bahwa meskipun benar bahwa pendidikan tinggi merupakan pendidikan tersier, namun pernyataan tersebut kurang tepat, terutama dalam konteks penanggapan terhadap protes kenaikan UKT di beberapa perguruan tinggi negeri.
“Ketika ada protes tentang biaya kuliah yang tinggi, respon yang diberikan itu seharusnya lebih baik daripada ini,” tambahnya.
Huda menegaskan bahwa pemerintah harus bertanggung jawab terhadap nasib mereka yang tidak mampu secara finansial namun berkeinginan untuk kuliah.
Baca: Rektor Unri Cabut Laporan Terhadap Mahasiswa Kritik UKT
“Meskipun pemerintah berbicara tentang mewujudkan Indonesia Emas 2045 dan memanfaatkan bonus demografi, namun saat ada keluhan tentang biaya kuliah yang tinggi, terkesan bahwa pemerintah ingin melepaskan tanggung jawabnya,” ujarnya.
Menurut Huda, kesempatan untuk mendapatkan pendidikan tinggi di Indonesia masih relatif rendah, dengan Angka Partisipasi Kasar Pendidikan Tinggi Indonesia pada tahun 2023 hanya mencapai 31,45 persen, tertinggal jauh dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, dan Singapura.
“Dalam konteks anggaran, meskipun anggaran pendidikan di Indonesia relatif besar, namun ada pertanyaan mengenai efisiensi penggunaannya. Terutama dengan adanya kenaikan UKT yang signifikan di perguruan tinggi negeri,” jelasnya.
Tjitjik, Sekretaris Dirjen Dikti, mengatakan bahwa pendidikan tinggi merupakan pendidikan tersier dan sifatnya opsional dalam menanggapi polemik tingginya UKT. “Namun, alokasi anggaran pemerintah lebih fokus pada pendidikan wajib belajar, bukan pada pendidikan tersier,” katanya.
Terkait pendanaan pendidikan tinggi, Tjitjik menekankan bahwa pendanaan pemerintah lebih ditujukan untuk pembiayaan pendidikan wajib belajar, dan meskipun terdapat Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN), namun belum mencukupi untuk memenuhi kebutuhan operasional penyelenggaraan pendidikan.