Kostatv.id – Rencana pemerintah untuk menerapkan Iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) sebesar 3% dari gaji pekerja, baik PNS maupun swasta, menjadi sorotan publik dan mendapatkan beragam kritik dari berbagai pihak.
Tapera yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024, yang merupakan revisi dari PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera, ditandatangani oleh Presiden Jokowi pada 20 Mei 2024.
Menurut aturan tersebut, simpanan peserta Tapera ditetapkan sebesar 3% dari gaji atau upah peserta, atau penghasilan bagi peserta pekerja mandiri.
Bagi peserta pekerja, iuran Tapera akan dibagi antara pemberi kerja (0,5%) dan pekerja (2,5%). Namun, bagi peserta pekerja mandiri, seluruh iuran akan ditanggung oleh pekerja tersebut.
Kebijakan ini menuai kritik dari berbagai pihak, termasuk dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Anggota Komisi V DPR RI Fraksi PKS, Suryadi Jaya Purnama, menyoroti dampak kebijakan ini terutama pada golongan kelas menengah hingga generasi Z.
Baca: Jokowi Pastikan Potongan 3% untuk Tapera Setelah Perhitungan Cermat
“Dalam aturan PP No. 25/2020 (tidak direvisi) disebutkan bagi peserta non-MBR, maka uang pengembalian simpanan dan hasil pemupukannya dapat diambil setelah kepesertaan Tapera-nya berakhir, yaitu karena telah pensiun, telah mencapai usia 58 tahun bagi pekerja mandiri; meninggal dunia; atau tidak memenuhi lagi kriteria sebagai peserta selama 5 tahun berturut-turut,” ungkap Suryadi.
Fraksi PKS mengusulkan agar golongan kelas menengah dibantu untuk membeli properti yang produktif seperti ruko dan sebagainya, guna meningkatkan kesejahteraan mereka.
Namun, menurut Suryadi, kebijakan ekonomi saat ini cenderung melupakan kelas menengah. Padahal, pemerintah seharusnya fokus pada pengembangan kelas menengah yang kuat dan inovatif sebagai motor utama pembangunan jangka panjang.
“Fraksi PKS mendorong agar kelas menengah ini juga diperhatikan. Di satu sisi, penghasilan mereka melebihi kriteria MBR, sehingga tidak dapat membeli hunian subsidi. Namun, di sisi lain, penghasilan mereka juga masih pas-pasan untuk membeli hunian nonsubsidi, sehingga akan semakin terbebani jika harus mencicil rumah sendiri tapi juga masih harus menyisihkan uang untuk Tapera,” jelasnya.
Selain itu, Fraksi PKS juga menyoroti kesulitan generasi milenial dan Gen Z dalam memiliki rumah sendiri. “Impian mereka untuk punya rumah sendiri akan menjadi semakin sulit terwujud karena penghasilannya tak pernah cukup untuk mencicil KPR. Dan tidak mungkin harus menunggu lama pensiun atau berusia 58 tahun baru dapat membeli rumah,” tambahnya.