Sosial

Penghapusan Kelas BPJS Buat Rumah Sakit dan Peserta JKN Kebingungan

×

Penghapusan Kelas BPJS Buat Rumah Sakit dan Peserta JKN Kebingungan

Sebarkan artikel ini

Kostatv.id – Dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR pada Kamis (6/6/2024), Dewan Pengawasan BPJS Kesehatan, yang dipimpin oleh Abdul Kadir, mengungkapkan berbagai permasalahan dalam implementasi program penghapusan sistem kelas 1, 2, dan 3 BPJS Kesehatan. 

Masalah utama yang dihadapi adalah kebingungan baik dari pihak rumah sakit maupun peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) terkait transisi ke sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS).

Abdul Kadir mengungkapkan bahwa hasil pengawasan di lapangan dan diskusi dengan berbagai pihak menunjukkan kebutuhan mendesak akan peraturan teknis yang jelas untuk mengimplementasikan KRIS. Rumah sakit masih menunggu pedoman resmi yang memberikan kepastian dalam pelaksanaan sistem baru ini. 

“Kami dapati fakta bahwa faskes masih tunggu peraturan pelaksana KRIS. Karenanya, tentunya mereka perlu pedoman dalam pelaksanaan dan memberikan kepastian untuk menyiapkan dan implementasi KRIS,” jelas Abdul Kadir.

Selain itu, pemahaman mengenai KRIS belum merata di kalangan peserta JKN. Banyak yang masih bingung dengan perubahan yang diperkenalkan oleh Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 tahun 2024 tentang Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). 

“Sehingga masih perlu sosialisasi,” ucapnya, menekankan perlunya informasi yang lebih luas dan jelas kepada masyarakat.

Implementasi KRIS mengharuskan rumah sakit untuk melakukan perubahan signifikan, termasuk renovasi dan penataan ulang ruang rawat inap sesuai dengan 12 kriteria yang telah ditetapkan pemerintah. Salah satu tantangan terbesar adalah pengurangan tempat tidur per ruangan menjadi maksimal empat tempat tidur. 

“Dengan adanya kriteria KRIS ini jumlah maksimal bed dalam satu ruangan itu empat bed. Maka sekarang ini masih banyak RS yang tempat tidur dalam kamarnya 8 dan 6 bed,” tuturnya. 

Baca: Direktur Utama BPJS Kesehatan Paparkan Skema Iuran Sistem KRIS

Perubahan ini memerlukan dana besar dan upaya signifikan dari pihak rumah sakit untuk mematuhi standar baru. “Maka tentunya itu potensi untuk terjadinya adanya pengurangan tempat tidur. Oleh karena itu, tentunya perlu kita pikirkan bersama antisipasi dan mitigasi terjadinya pengurangan tempat tidur,” tegasnya.

Berdasarkan temuan di lapangan, Dewan Pengawas BPJS Kesehatan memberikan beberapa rekomendasi untuk memastikan implementasi KRIS berjalan lancar. 

Pertama, perlu dilakukan evaluasi menyeluruh dari sisi tarif dan iuran serta kesiapan semua pihak terkait. Kedua, sosialisasi yang masif diperlukan untuk menghindari kebingungan di kalangan masyarakat. 

“Supaya tidak gaduh dari masyarakat, perlu sosialisasi massive ke semua pesertanya agar mereka paham filosofi adanya KRIS ini, sehingga mereka bisa paham hak dan tanggung jawab mereka,” ungkapnya.

Ketiga, Abdul Kadir menekankan pentingnya memperhatikan jumlah peserta JKN yang semakin besar. “Kami tidak berharap dengan KRIS ini ada yang tidak mampu mendapat layanan rawat inap karena adanya antrian panjang,” katanya, menegaskan pentingnya memastikan akses layanan kesehatan yang merata dan adil bagi semua peserta JKN.

Implementasi KRIS sebagai pengganti sistem kelas BPJS Kesehatan diharapkan dapat meningkatkan kualitas layanan kesehatan di Indonesia. 

Namun, tantangan yang ada harus diatasi dengan hati-hati dan komprehensif untuk memastikan keberhasilan program ini tanpa menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat dan sistem layanan kesehatan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!