Kostatv.id – Indonesia memasuki periode pengelolaan utang yang signifikan, dengan utang jatuh tempo mencapai angka monumental sekitar Rp800,33 triliun pada tahun 2025.
Menyikapi hal ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa utang dalam jumlah besar tidak akan menjadi masalah selama kondisi fundamental negara, termasuk APBN, ekonomi, dan politik, tetap stabil.
“Dengan kondisi kredibilitas negara yang terjaga, APBN yang sehat, pertumbuhan ekonomi yang kuat, serta stabilitas politik yang mantap, risiko terkait utang tersebut akan diminimalisir karena pasar akan tetap memandang Indonesia sebagai negara yang andal,” ujar Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI.
Lebih lanjut, Sri Mulyani menekankan bahwa pemegang surat utang tidak selalu akan langsung mencairkannya saat jatuh tempo, karena mereka juga mempertimbangkan investasi jangka panjang. Namun, situasi dapat berubah jika stabilitas terganggu, yang dapat memicu pemegang surat utang untuk menarik investasinya dari Indonesia.
Baca: Sri Mulyani: Program Prioritas dan Defisit APBN Tetap Jadi Fokus
“Maka dari itu, stabilitas, kredibilitas, dan keberlanjutan ekonomi menjadi kunci yang sangat penting dalam mengelola utang negara,” tandasnya.
Sri Mulyani juga mengingatkan bahwa peningkatan signifikan dalam pembayaran utang tersebut disebabkan oleh dampak pandemi COVID-19. Saat itu, Indonesia terpaksa meningkatkan belanja hampir Rp1.000 triliun untuk menangani krisis, sementara pendapatan negara turun 19% karena aktivitas ekonomi melambat.
“Dampak pandemi COVID-19 membuat kita harus menghadapi beban utang yang meningkat. Utang jatuh tempo pada tahun 2025, 2026, dan 2027 meningkat tajam, terutama karena kebutuhan tambahan belanja yang besar pada tahun-tahun sebelumnya,” paparnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Dolfie Othniel Frederic Palit juga mencatat bahwa utang jatuh tempo Indonesia pada 2025 mencapai angka yang signifikan, sebesar Rp800,33 triliun, yang terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp705,5 triliun dan pinjaman sebesar Rp94,83 triliun.