Kostatv.id – Kata kunci ‘Asian Value’ mendadak menjadi viral di media sosial, memicu gelombang diskusi dan guyonan yang luas di kalangan netizen.
Dilansir dari laman CNBC Indonesia pada Jumat (7/6/2024), bahkan istilah ini telah mengumpulkan lebih dari 110 ribu tweet dan masuk dalam deretan trending topic di platform X.
Netizen pun ramai-ramai berbagi pandangan dan lelucon seputar nilai-nilai khas yang mencerminkan budaya Asia, khususnya Indonesia.
Mulai dari gambar kopi tubruk, mie instan dicampur nasi, hingga ilustrasi kerokan dan ibu-ibu yang berbelanja di tukang sayur keliling, semuanya seakan menjadi representasi dari nilai-nilai unik yang dipegang erat oleh masyarakat Indonesia sebagai bagian dari Asia.
Lantas, mengapa istilah ini tiba-tiba viral?
Semuanya bermula dari podcast Total Politik yang mengundang komikus Pandji Pragiwaksono sebagai bintang tamu. Dalam diskusi tersebut, host podcast, Arie Putra, mengomentari reaksi sensitif Pandji terhadap isu dinasti politik, yang menurut Arie adalah hak setiap warga negara.
Pandji kemudian menanyakan kembali pandangan host Total Politik mengenai dinasti politik. Jawaban dari host lainnya, Budi Adiputro, menyinggung soal ‘Asian Value’, yang mengacu pada konsep bahwa politik dinasti dianggap sah dan merupakan bagian dari nilai-nilai yang dipegang di Asia.
Di sisi lain, istilah ‘Asian Value’ sendiri sudah lama digaungkan oleh para pemimpin negara-negara Asia sejak beberapa dekade lalu. Konsep ini semakin mengemuka pada era 1990-an.
Baca: Seruan ‘All Eyes on Rafah’ Viral di Media Sosial, Apa Penyebabnya?
Menurut South China Morning Post, ‘Asian Value’ merupakan sebuah wujud kepercayaan diri kawasan Asia dalam mendobrak dominasi nilai-nilai Barat dalam sektor ekonomi dan sosial .
Michael Barr, profesor di jurusan Hubungan Internasional di Flinders University, menjelaskan bahwa konsep ini awalnya dibuat sebagai bentuk penghormatan terhadap nilai-nilai lokal yang berbeda dari nilai-nilai individualis yang umum di negara-negara Barat .
Negara-negara Asia merayakan kesuksesan ekonomi mereka yang berhasil dicapai tanpa harus mengadopsi nilai-nilai Barat.
Profesor Hoon Chang Yau dari Universiti Brunei Darussalam, dalam tesisnya tahun 2024, menekankan bahwa ‘Asian Value’ menjunjung tinggi konsep konsensus, harmonisasi, persatuan, dan komunitas.
Ia juga menggarisbawahi bahwa komunitas masyarakat Asia lebih bertumpu pada nilai-nilai keluarga daripada individualisme .
Konsep ‘Asian Value’ sebenarnya sudah muncul dalam diskusi kebijakan di Singapura sejak tahun 1977. Saat itu, perdebatan di parlemen berkisar pada tujuan moral dan pendidikan di sekolah-sekolah.
Menteri Pendidikan Singapura saat itu, Chua Sian Chin, dalam pidatonya menekankan bahwa siswa perlu “menyerap dan mengimplementasikan budaya Asia dan nilai moral di sekolah” . Hal ini menunjukkan betapa pentingnya nilai-nilai lokal dalam pembentukan karakter dan moral masyarakat di negara-negara Asia.