Kostatv.id – Tim Pengawas (Timwas) Haji DPR menyoroti dengan keras kebijakan pengalihan 10 ribu kuota tambahan haji khusus dari total 20 ribu kuota tambahan yang telah ditetapkan sebelumnya oleh Kementerian Agama (Kemenag).
Menurut Timwas, keputusan ini dinilai melanggar aturan yang sudah disepakati, termasuk hasil Rapat Kerja Komisi VIII DPR RI dan Keputusan Presiden No 6 tahun 2024 tentang Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH).
Ace Hasan Syadzily, Anggota Timwas Haji DPR sekaligus Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, menjelaskan bahwa alokasi awal 20 ribu kuota tambahan telah diputuskan dalam Rapat Kerja Komisi VIII DPR RI pada 27 November 2023.
Pembagian kuota tersebut disesuaikan dengan UU No 8 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah, dengan detail 221.720 kuota untuk jemaah haji reguler dan 19.280 kuota untuk jemaah haji khusus, yang menurut pasal 8 UU tersebut, alokasinya adalah 8% dari total.
“Keputusan ini telah melalui proses pembahasan mendalam selama tiga minggu dalam Rapat Panja Haji Komisi VIII, baik melalui rapat resmi di DPR maupun forum diskusi dengan berbagai pihak,” ujar Ace dari Madinah, Arab Saudi.
Keputusan tersebut juga menjadi dasar untuk Keputusan Presiden No 6 tahun 2024 tentang Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji tahun 2024, yang diambil setelah Presiden Joko Widodo melakukan kunjungan ke Arab Saudi pada Oktober 2023.
Baca: Kritik Timwas DPR RI terhadap Fasilitas Haji di Mina
Ace menekankan bahwa tujuan utama dari tambahan kuota ini adalah untuk mengurangi daftar tunggu haji reguler yang saat ini mencapai 5,2 juta orang. Langkah Presiden Jokowi meminta tambahan kuota kepada Pemerintah Kerajaan Arab Saudi bertujuan untuk mempercepat pemberangkatan jemaah yang telah menunggu puluhan tahun.
Namun, pada Februari 2024, Kementerian Agama mengubah kebijakan tersebut dengan membagi kuota tambahan menjadi 10 ribu untuk haji khusus dan 10 ribu untuk haji reguler tanpa kembali berdiskusi dengan DPR RI.
Ia menilai bahwa perubahan kebijakan ini seharusnya melewati proses pembahasan kembali di DPR RI karena mempengaruhi asumsi jumlah jemaah dan penggunaan anggaran biaya haji yang berasal dari setoran jemaah dan nilai manfaat keuangan haji yang dikelola oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).
“Kementerian Agama tidak dapat mengambil kebijakan ini secara sepihak karena berdampak pada penggunaan anggaran, jumlah petugas, dan regulasi lainnya yang telah disetujui dalam Rapat Kerja Komisi VIII DPR RI dan hasil Panja Biaya Haji,” tegasnya.
Pihaknya juga menegaskan bahwa keputusan ini juga bertentangan dengan UU No 8 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah. “Kebijakan pengalihan kuota ini jelas melanggar hasil Rapat Kerja Komisi VIII DPR RI bersama Menteri Agama RI serta Keputusan Presiden No 6/2024,” pungkasnya.
Dalam tanggapannya, Timwas Haji DPR mendesak Kementerian Agama untuk mengkaji ulang kebijakan ini dan melakukan pembahasan kembali bersama Komisi VIII DPR RI guna memastikan penggunaan anggaran dan alokasi kuota haji sesuai dengan aturan yang berlaku demi kepentingan jemaah haji Indonesia.