Sosial

Aksi Demo PKL Malioboro Berujung Ricuh di Yogyakarta

×

Aksi Demo PKL Malioboro Berujung Ricuh di Yogyakarta

Sebarkan artikel ini

Kostatv.id – Aksi protes pedagang kaki lima (PKL) di Malioboro, Yogyakarta, pada petang Sabtu, 13 Juli 2024 lalu, berakhir dalam kericuhan memprihatinkan. 

Puluhan PKL yang berusaha membawa dagangan mereka ke selasar pedestrian Malioboro, tempat yang dilarang sejak 2022, dihadang tegas oleh petugas Satpol PP. Kericuhan dimulai ketika petugas menutup akses pagar pembatas area lapak pedagang, yang mengundang reaksi keras dari PKL. 

Apa yang awalnya dimulai sebagai aksi protes damai berubah menjadi saling dorong dan bahkan saling pukul antara PKL dengan petugas dari Unit Pelaksana Tugas (UPT) Pengelolaan Kawasan Cagar Budaya (PKCB) Kota Yogyakarta. Intervensi kepolisian akhirnya memisahkan kedua belah pihak dan meredakan situasi yang memanas.

Konflik ini tidaklah baru, dimulai dari implementasi Surat Edaran Gubernur Nomor 3/SE/1/2022 yang mengatur penataan kawasan khusus pedestrian di Malioboro. Larangan tersebut mendorong relokasi PKL ke lokasi seperti Teras Malioboro I dan II, sebuah kebijakan yang menuai kontroversi dan kekecewaan di kalangan pedagang.

Baca: Ustaz Syafiq Riza Basalamah Beri Pesan Damai di Tengah Kericuhan

Menurut Muhammad Raka Ramadhan dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, kericuhan ini merupakan akumulasi dari ketidakpuasan terhadap rencana relokasi yang dijadwalkan pada 2025 ke kawasan seperti Beskalan dan Ketandan, yang dianggap terlalu jauh dari pusat aktivitas di Malioboro.

“Aksi protes ini sebenarnya berawal dari kesepakatan yang belum terealisasi antara pedagang, DPRD DIY, dan pemerintah terkait rencana relokasi. Kami sangat menyesalkan pendekatan represif terhadap pedagang di Malioboro, suatu area yang seharusnya menjadi potret kehidupan wisata Yogyakarta,”  ungkap Raka dalam penjelasannya.

Ketegangan antara PKL dan pihak berwenang semakin meruncing dengan adanya kebijakan yang dinilai tidak melibatkan secara memadai pihak terkait. 

LBH Yogyakarta mendesak agar pemerintah setempat mengadakan dialog yang lebih inklusif untuk menyelesaikan konflik ini tanpa harus resort ke kekerasan atau represi terhadap pedagang yang hanya mencari nafkah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!