Kostatv.id – Ketegangan antara Partai Gelora dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) semakin memuncak karena kontroversi terkait rencana bergabung ke dalam Pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Perselisihan ini dipicu oleh penolakan Sekretaris Jenderal Partai Gelora, Mahfuz Sidik, terhadap dukungan PKS terhadap Pemerintahan Prabowo-Gibran pada Minggu (28/4/2024) lalu. Sidik menyoroti perbedaan pendekatan antara elit PKS dan pendukungnya.
“Tidak seharusnya PKS dengan mudah mengubah narasi ideologisnya hanya karena proses politik telah berakhir. Apa yang akan dikatakan oleh pendukung fanatik mereka? Tampaknya terdapat perpecahan antara elit PKS dan basis pendukungnya,” ujar Sidik dalam pernyataannya.
Tidak hanya itu saja, Sidik juga menegaskan bahwa PKS sebelumnya telah melakukan serangan ideologis terhadap Prabowo-Gibran.
Menurutnya, serangan tersebut tidak hanya bertujuan kepada individu, melainkan juga kepada Presiden dan Wakil Presiden terpilih. “Selama kampanye, banyak narasi yang sangat ideologis muncul dari PKS dalam menyerang Prabowo-Gibran,” tambahnya.
Ia kemudian mengingatkan kembali narasi yang pernah diungkapkan oleh PKS, seperti analogi tentang Nabi Musa yang tidak perlu berutang kepada Firaun, yang pada masa lalu diadopsi oleh PKS untuk menyoroti Anies Baswedan yang didukung oleh Partai Gerindra sebagai calon Gubernur Jakarta pada 2017.
Selain itu, Sidik juga menyoroti pernyataan PKS yang menyebut Prabowo sebagai pengkhianat karena bergabung dalam Kabinet pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin pada 2019.
Ketua DPP PKS, Mardani Ali, memberikan tanggapan terhadap penolakan Partai Gelora. Dalam sebuah video yang dibuat bersama istrinya yang juga kader PKS, Siti Oniah, Mardani mengungkapkan pandangannya dengan candaan.
“Oposisi atau koalisi? Ha-ha-ha,” ujar Mardani dalam video tersebut.
Baca: Kontroversi “Gemoy”: Debat Hebat antara PKS dan Partai Gelora
Siti kemudian menanggapi dengan sindiran terhadap pihak yang menolak PKS. “Mendengar berita bahwa ada yang menolak PKS untuk berkoalisi. Terima kasih, partai apa itu? Tidak lulus PT, sungguh luar biasa,” jawabnya sambil memberikan gestur jempol.
Meski begitu, Mardani menyatakan bahwa proposal program yang dimiliki PKS berbeda dengan yang dimiliki oleh Ketua Partai Gelora, Anis Matta.
Perselisihan antara kedua partai ini kemudian dilanjutkan oleh Wakil Ketua Umum Partai Gelora yang juga mantan kader PKS, Fahri Hamzah. Hamzah menegaskan bahwa penolakan terhadap PKS tidak didasarkan pada alasan pribadi, melainkan pada persoalan internal PKS itu sendiri.
“Penolakan PKS untuk bergabung dengan Prabowo dan Gibran bukan karena masalah dengan partai lain, terutama Gelora yang belum memiliki posisi di legislatif pusat,” kata Hamzah.
Namun demikian, Hamzah menekankan bahwa PKS sebaiknya mempertimbangkan kembali keputusan untuk bergabung dengan Pemerintahan Prabowo-Gibran, terutama setelah kekalahan dalam Pilpres 2024.
“PKS seharusnya mengambil waktu untuk mempertimbangkan kembali pandangan dan gagasan-gagasannya, serta menemukan alasan yang tepat untuk tetap berada di luar pemerintahan, mengingat hasil pilpres yang lalu,” tegasnya.
Hamzah menegaskan bahwa Partai Gelora tidak memiliki masalah dengan keputusan PKS untuk bergabung, namun yang dipersoalkan adalah pandangan, gagasan, dan ideologi yang diusung oleh PKS sendiri.
“Dengan demikian, persoalannya bukan terletak pada partai lain, melainkan pada pandangan dan gagasan yang dianut oleh PKS, serta ideologi yang mereka usung. Ini adalah persoalan internal PKS yang harus mereka selesaikan,” pungkasnya.