KOSTATV.ID – Gelombang protes terhadap Miftah Maulana Habiburrahman, atau yang dikenal sebagai Gus Miftah, terus membesar. Petisi untuk mencopotnya dari jabatan Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama dan Sarana Keagamaan telah didukung oleh 222.410 tanda tangan hingga Jumat (6/12/2024) pagi.
Petisi ini diluncurkan di platform change.org pada Rabu (4/12) dan mendapatkan respons luar biasa dari masyarakat. Dalam waktu 24 jam, sebanyak 174.038 tanda tangan terkumpul, mencerminkan luasnya kekecewaan publik.
Kemarahan publik bermula dari video viral yang menunjukkan Gus Miftah melontarkan candaan yang dianggap menghina seorang penjual es teh bernama Sunhaji. Insiden ini terjadi pada acara Magelang Bersholawat di Lapangan Drh. Soepardi, Mungkid, Kabupaten Magelang, pada 20 November 2024 lalu.
Dalam video tersebut, Gus Miftah melontarkan kalimat, “yo kono didol, g*b**k” (ya sana dijual, g****k), yang membuat Sunhaji menjadi bahan tertawaan hadirin.
Kontroversi ini memicu reaksi dari pemerintah. Sekretaris Kabinet, Mayor Inf Teddy Indra Wijaya, telah memberikan teguran kepada Gus Miftah. Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, juga membenarkan langkah itu.
Baca: Gus Miftah Dikecam Usai Olok-Olok Penjual Es Teh, Gerindra Desak Minta Maaf
“Saya juga sudah ditegur oleh Bapak Seskab… untuk lebih berhati-hati menyampaikan pendapat dan pidato di depan masyarakat umum,” ungkap Gus Miftah melalui video sebagaimana dilansir dari laman KompasTV pada Jumat (6/12).
Gus Miftah menyatakan penyesalannya atas candaan tersebut dan berjanji meminta maaf secara langsung kepada pedagang es teh yang menjadi sasaran ucapannya.
“Maka untuk itu, atas candaan kepada yang bersangkutan, saya akan meminta maaf secara langsung. Dan mudah-mudahan dibukakan pintu maaf untuk saya,” kata Gus Miftah, yang juga merupakan pengasuh Pondok Pesantren Ora Aji, Sleman, DIY.
Petisi ini ditujukan langsung kepada Presiden Prabowo Subianto, meminta beliau mengambil langkah tegas dengan mencopot Gus Miftah dari jabatannya.
Isu ini menjadi ujian awal bagi pemerintahan Prabowo, yang baru dilantik, dalam merespons aspirasi publik terhadap pejabat yang dianggap melanggar norma dan etika. Publik kini menanti keputusan presiden terkait langkah selanjutnya atas tuntutan ini.











