KOSTATV.ID – Valentinus Resa, salah satu presenter ternama dari Metro TV, kini tengah menjadi perhatian publik setelah sejumlah potongan video dirinya menyampaikan kritik satir terhadap pemerintah beredar luas di media sosial.
Dalam tayangan-tayangan tersebut, Resa terlihat menyisipkan komentar-komentar jenaka namun tajam saat membawakan berita. Gaya penyampaian ini dinilai sebagian kalangan sebagai bentuk kritik sosial yang segar dan relevan, terlebih di tengah situasi politik yang kian sensitif.
Kritik yang dibungkus dalam bentuk humor membuat banyak warganet merasa terwakili. Tak sedikit dari mereka yang membanjiri kolom komentar dengan pujian, menyebut Resa sebagai “angin segar dalam dunia jurnalistik televisi.”
Namun demikian, tidak semua pihak merasa nyaman dengan pendekatannya. Baru-baru ini, sebuah video somasi terhadap Resa beredar dan menjadi viral, memunculkan perdebatan baru tentang batasan antara satire dan etika jurnalistik.
Valentinus Resa sendiri bukanlah sosok baru di dunia media. Pria kelahiran Manado tahun 1986 ini menghabiskan masa kecil dan remajanya di Jakarta.
Pendidikan formalnya ia tempuh di sejumlah sekolah ternama, termasuk SMP Kanisius dan SMAN 68 Salemba, sebelum akhirnya melanjutkan studi di Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) Jakarta, jurusan Jurnalistik.
Baca: Buka Kongres PWI ke-XXV, Jokowi: Kode Etik Jurnalistik Jadi Landasan Utama Bagi Insan Pers
Kariernya di Metro TV dimulai pada 2011, saat ia diterima sebagai staf riset untuk program Mata Najwa. Dari sana, ia merambah berbagai peran, mulai dari copywriter di Medcom.id hingga akhirnya dipercaya menjadi presenter tetap.
Selama lebih dari satu dekade, Resa dikenal sebagai figur yang tidak hanya menguasai materi, tetapi juga piawai membawakan berita dengan pendekatan yang unik.
Popularitasnya di media sosial meningkat pesat dalam beberapa bulan terakhir. Melalui platform seperti TikTok dan Instagram, gaya Resa yang satir dan kadang menyentil dianggap mencerminkan keresahan publik terhadap kondisi sosial-politik saat ini.
Ia menjadi simbol dari suara-suara kritis yang selama ini jarang mendapat tempat di media arus utama. Namun, popularitas yang meningkat ini juga membawa risiko.
Somasi yang dilayangkan terhadap dirinya menandakan bahwa ruang kebebasan berekspresi, meskipun dijamin dalam undang-undang, masih menjadi wilayah yang rentan diperdebatkan. Terlebih jika kritik tersebut menyentuh simbol-simbol kekuasaan.
Kini, nama Valentinus Resa bukan hanya dikenal sebagai pembawa berita, tetapi juga sebagai representasi dari dinamika baru dalam dunia jurnalistik: menyampaikan fakta dengan sentuhan komedi, dan menyuarakan kritik dengan cara yang lebih bisa diterima oleh generasi digital.
									










