Daerah

Nandang Suherman: Kritik Tak Pakai Massa, Cukup Bawa Data

×

Nandang Suherman: Kritik Tak Pakai Massa, Cukup Bawa Data

Sebarkan artikel ini
Nandang Suherman: Kritik Tak Pakai Massa, Cukup Bawa Data

KOSTATV.ID – TASIKMALAYA – Lampu-lampu di studio KostaTV mulai diredupkan. Peralatan rekaman satu per satu dimatikan, menyisakan sisa hangat perbincangan yang baru saja terjadi di program podcast Belum Terlambat.

Di kursi tamu, ia masih duduk santai, jemarinya melingkari secangkir kopi hitam yang aromanya menusuk tenang di udara. Senyumnya khas, matanya memancarkan kelegaan bercampur keyakinan.

Namanya bukan lagi sekadar terdengar, ia akrab di telinga, terutama di lingkar pemerintahan. Sosok yang ucapannya kerap membuat pejabat terdiam sejenak sebelum melanjutkan bicara soal APBD.

Ia tidak datang dari jalur politik, tak pula bersembunyi di balik bendera organisasi besar. Latar belakangnya sederhana: lulusan Sekolah Teknik Mesin, sempat kuliah di Perguruan Tinggi Cipasung.

Sejak muda, ia sudah terbiasa mengulurkan tangan di kegiatan sosial. Tapi gairahnya untuk mengawal kebijakan publik baru benar-benar menyala pasca otonomi daerah resmi berlaku tahun 1999.

“Reformasi yang awalnya sentralistik, lalu memberi kewenangan pada daerah itu peluang besar. Masyarakat harus ikut langsung mengawal jalannya pemerintahan,” katanya, suaranya datar tapi matanya mantap.

Menyelam di Laut Angka

Bagi dia, APBD bukan sekadar tabel anggaran. Itu adalah peta perjalanan. “Sehebat apa pun visi misi, kalau tidak ada dukungan anggaran, mustahil dieksekusi. Dari situ saya paham, kritik harus berpijak pada data,” ujarnya.

Antara 2003 hingga 2012, ia membumikan kritik itu lewat siaran radio di Sumedang. Bukan talkshow santai, tapi ruang bedah kebijakan. DPRD, bupati, pejabat instansi, semua jadi bahan telaah. Ia bicara dengan tenang, tapi kalimatnya menembus seperti jarum.

Baca: Anatomi APBD Tasik: Antara Warisan Anggaran dan Target Politik

Tentu, keberanian itu berbayar. SMS ancaman masuk. Akun-akun anonim menyerang di media sosial. Suatu kali ia menelepon balik si pengirim ancaman. Tidak diangkat.

Ia bahkan menantang, memberi tahu merek kendaraan dan rute pulangnya. Tak ada yang datang. “Saya malah jadi yakin, sebagian orang hanya berani di balik layar,” katanya sambil tersenyum tipis.

Antara Kritik dan Kedekatan

Namun ujian terberatnya bukan ancaman, melainkan ketika kritik harus diarahkan pada pejabat yang ia kenal secara pribadi. Bahkan ada yang keluarganya dekat dengan keluarganya. “Itu dilema,” ia mengaku. Tapi ia selalu menegaskan: kritiknya tak pernah menyasar pribadi, hanya kebijakan.

“Saya tidak akan berani bicara tanpa data. Pejabat publik harus siap dikritik demi perbaikan. Setelah itu, kita masih bisa duduk ngopi bareng. Saya kira itu sehat.”

Prinsip yang Tak Tergadaikan

Kini, ia punya hobi “Gowes” mengayuh sepeda lebih ada manfaatnya. Tapi prinsipnya tetap sama: sederhana, jujur, berani. Panutannya adalah Abu Dzar Al-Ghifari, sahabat Nabi Muhammad SAW yang memilih hidup sederhana demi menjaga integritas, dan berani berkata benar di hadapan penguasa.

“Saya mengkritik tidak bawa massa, tapi bawa kekuatan data. Urusan mau berubah atau tidak setelah dikritik, itu bukan wewenang saya. Yang penting, kebenaran tetap harus disampaikan, meski pahit rasanya,” tutupnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!